Social Icons

Pemerintah dinilai gagal membuat sistem perlindungan petani bawang merah

PanturaNews (Brebes) - Pemerintah dinilai telah gagal membuat sistem perlindungan kepada petani bawang merah. Itu terbukti dengan adanya disparitas harga di tingkat petani dan konsumen yang selisihnya sangat tinggi.

Demikian dikatakan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Brebes, Ir Masrukhi Bachro kepada PanturaNews.Com, Kamis 6 Feberuari 2014.

Menurut dia,
harga bawang merah Brebes di tingkat petani sudah dua pekan ini anjlok drastis. Saat ini harganya berkisar Rp 7 ribu perkilogram. Ironisnya, harga jual bawang merah di tingkat konsumen di luar daerah sudah tembus hingga Rp 30 ribu. Kondisi tersebut membuat petani menjerit akibat tidak menikmati harga wajar, mereka justru menanggung kerugian yang cukup besar.

"Bagaimanapun ini menjadi tanggungjawab Pemerintah, ada selisih harga yang tinggi tapi itu tidak dinikmati petani. Lagi-lagi petani yang dirugikan karena tidak adanya kemampuan Pemerintah mengatur siklus," ujar Masrukhi.

Tidak hanya gagal menciptakan sistem untuk menstabilkan harga, Pemerintah dalam hal ini, kata Masrukhi, adalah Menteri Perdagangan justru menciptakan regulasi diskriminatif yang sangat merugikan petani bawang merah.

"Keputusan Menteri Perdagangan itu akan mengimpor jika harga bawang diatas Rp 27.300 perkilogram, tetapi tidak ada ambang batas bawahnya. Mestinya harga juga harus dijaga dan distabilkan margin terbawahnya juga. Kalau naik mereka kerja, kalau lagi jatuh seperti sekarang Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang tidak ada aturan menyelamatkan saat harga jatuh," ungkapnya.

Sementara aktivis Konsorsium Bawang Merah, Ismail Fahmi menambahkan, anjlognya harga bawang merah lokal Brebes, karena diperparah dengan isu adanya kebijakan impor bawang merah oleh pemerintah.

"Kami sudah konfirmasi ke Wamendag, dan benar awal tahun ini Kemendag sudah memutuskan impor bawang merah sebesar 82.154 ton. Kuota tesebut jauh lebih besar dari tahun kemarin. Ini jelas akan merusak harga bawang lokal," ungkap Fahmi.

Petani asal Desa Bulakmaba, Slamet mengatakan, para petani umumnya tak kuasa menahan bawang merah yang baru panen ke tengkulak. Mereka terpaksa menjualnya karena terdesak perputaran modal dan biaya operasional. Sedikit petani yang memilih untuk menahan bawangnya di gudang-gudang sembari menunggu harga jual membaik. Namun, mereka juga ketar-ketir menyusul tingginya instensitas hujan saat ini.

"Saya sudah panen, tapi hanya dihargai Rp 7 ribu perkilo. Padahal sebelumnya masih Rp 12 sampai 15 ribu perkilogram. Jelas rugi, apalagi di luar Brebes harganya diatas Rp 20 ribu," tuturnya.

Anjloknya harga itu, lanjut Slamet, diduga akibat psikologi musim panen raya di daerah. Namun kenyataannya, tidak sedikit pula petani yang gagal panen akibat terendam banjir di beberapa desa. Sementara disparitas harga antara di Kabupaten Brebes dengan luar daerah akibat terhambatnya distribusi menyusul terganggunya transportasi darat.

"Apalagi dengan isu adanya kebijakan impor bawang merah oleh pemerintah. Jelas, kami para petani bawang merah di Brebes sangat merugi," paparnya.

panturanews, 6 Feb 2014
~ kpmdbjogja ~ 280314 2127
 

KPMDB Jogja