Oleh : Afif Arfani
Adalah Tasrip yang karena ketidakberdayaan secara
ekonomi, terpaksa menempati gubuk sawah selebar 2 x 3 meter dengan bahan
material seadanya, seperti gribik ( anyaman dari bambu) dan atap terpal
plastik. Sementara untuk MCK, Mandi, Cuci, Kakus Tasrip bersama istri
dan satu anaknya, terpaksa harus menggunakan saluran Irigasi Sawah.
Inilah cerita warga warga susah dari desa Rancawuluh kecamatan
Bulakamba.
Hal sama juga di rasakan warga Dukuhwringin kecamatan Wanasari,
Dalim.
Karena kemiskinannya, Dalim dengan empat anggota keluarganya terpaksa menempati gubuk yang doyong ke belakang dengan kemiringan nyaris 30 prosen. Tak layak huni, namun hanya gubuk itulah yang bisa ditempati untuk berteduh dari hujan dan panas.
Karena kemiskinannya, Dalim dengan empat anggota keluarganya terpaksa menempati gubuk yang doyong ke belakang dengan kemiringan nyaris 30 prosen. Tak layak huni, namun hanya gubuk itulah yang bisa ditempati untuk berteduh dari hujan dan panas.
Belum lagi cerita dari desa Klampok kecamatan Wanasari yakni Yakub
(80) yang beristrikan Beti Nur Santi beserta 3 anaknya terpaksa
menempati rumah bekas kandang kambing.
Cerita-cerita tak mengenakan jelas masih banyak bila di paparkan.
Namun di balik kisah pilu warga susah Brebes, kini cerita paradoks (
berlawanan ) tengah menghiasi media cetak, baik cetak lokal maupun media
online lokal.
Pemerintah Daerah dengan anggaran APBD -perubahan menganggarkan mobil
mewah sejumlah 1,5 milyar rupiah. Mobil yang rencananya di beli
berjenis Toyota Fortuner dengan anggaran per-unitnya sekiatr 500 juta
rupiah. Mobil akan di peruntukan untuk mobil dinas Wakil Bupati, Ketua
Pengadilan dan ketua Kejaksaan Negeri Brebes.
Pengadaan mobilpun akan di beli dengan mekanisme penunjukan langsung (
Suara Merdeka), meski bunyi kepres 80 menyatakan pembelian barang/ jasa
di atas 200 juta harus lelang, kecuali pengadaan barang/jasa untuk
keadaan darurat Bencana.
Walhasil, keputusan Pemerintah Daerah pun mendapat tanggapan Pro dan
kontra. Sekda definitif Emastoni Ezam, di harian cetak lokal berdalih
kalau pembelian mobil senilai 1,5 Milyar Rupiah sangat wajar, karena
anggaran pemerintah untuk pembangunan orang miskin di Brebes di
alokokasikan sebanyak 140 milyar rupiah.
Apalagi, Pengadilan dan Kejaksaan merupakan organ Forkominda, jadi
akan membantu tugas-tugas pemerintahan daerah, Paparnya. Apalagi mobil
dinas yang buat kejaksaan dan Pengadilan hanya sifatnya pinjam pakai.
(Tempo.co)
Pernyataan inilah yang kemudian menjadi kontra pegiat Gerakan
Pemberantas Korupsi (Gebrak) Brebes. Menurut ketuanya Darwanto,
pembelian mobil dinas baru, khususnya yang akan digunakan oleh instansi
vertikal, yakni dua pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah
(Forkominda) itu akan melanggar konstitusi.
Ketua Gebrak beranggapan, Lembaga Vertikal itu menjadi urusan
pemerintah pusat untuk soal anggaran maupun pengadaan invetarisasinya,
yakni lewat APBN. Seperti yang tercantum dalam UU nomor 32 tahun 2004
pasal 10 ayat 3, Lembaga vertikal yang dimaksud adalah meliputi Politik
Luar Negeri, pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional
serta Agama.
Pertanyaannya sekarang adalah, Kalau soal Forkomindo, kenapa hanya
Ketua Pengadilan dan Kejaksaan yang di belikan mobil dinas dengan
anggaran APBD ? Padahal Kepala Kodim serta Kepala Polres juga bagian
dari organ Forkominda ?
Ada asumsi, jangan-janagan pembelian mobil dinas, hanya untuk
menjinakan lembaga Yustisi (Hukum) di Brebes, apabila ada sedikit
masalah hukum yang berhubungan dengan pemerintah daerah, akibatnya akan
terjalin TST atau Tahu sama Tahu.
Sssttt…Benar atau tidak, konon kabarnya pembelian mobil dinas dari
anggaran APBD untuk insitusi tersebut, -seperti yang lampau-lampau- bila
Kepala Pengadilan atau kepala Kejakasaan Negeri di mutasi lagi ke luar
Brebes, mobil dinas yang nota bene pinjaman pemda juga ikut di bawa ?
Kalau semua benar adanya sinyalir pemikir Friederich Angles patut
juga diapresiasi bahwa. ” Sistem Negara Hanya Pandai Menciptakan Para
Penipu-Penipu “. Anggaran yang dikumpulkan dari duit rakyat dan di
peruntukan untuk kesejahteraan rakyat, tapi nyatanya hanya dinikmati
segelintir petinggi negeri.
Dan wong cilik seperti Tasrip dari Rancawuluh, Yakub dari Klampok dan
Dalim dari Dukuhwringin, hanya bisa menjadi cerita indah untuk
pengantar tidur. (*)
Penulis, Redaktur BREBESNEWS.CO
dikutip/repost dari brebesnews.co, bertanggal 7 Oktober 2013
dikutip/repost dari brebesnews.co, bertanggal 7 Oktober 2013
~medinfokom kpmdb jogja 13-14~ 131013-9:40