Social Icons

Berburu Buku Langka Di Taman Buku Solo

Merdeka.com - Jika anda penggemar buku-buku lawas atau naskah kuno, tak ada salahnya anda mencoba berkunjung ke Alun-alun Utara Keraton Kasunanan Surakarta. Di salah satu sudut pintu masuk keraton, terdapat deretan kios buku bernama Taman Buku dan Majalah. Dari 20 kios yang beroperasi, ada sedikitnya 3 kios yang menjajakan buku-buku kuno terbitan zaman penjajahan Belanda hingga Jepang.
Pintu masuk Taman Buku dan Majalah yang berlokasi di alun-alun kota Solo (doc. duniaperpustakaan.com)
Tak hanya buku tentang pengetahuan umum, sejarah, akuntansi tetapi juga karya-karya sastra dari sastrawan nomor wahid di Indonesia. Di taman buku itu terdapat
beberapa kios buku yang menjual buku-buku bekas lain. Harga yang ditawarkan di kios bervariasi dari Rp 5 ribu hingga jutaan rupiah.

Buku-buku bekas dijual di taman ini harganya jauh di bawah harga pasaran buku baru. Harga buku bekas di Alun-alun Utara sekitar 20 hingga 25 persen dari harga buku baru. Jadi jangan heran, jika buku sastra tebal di toko buku dijual seharga Rp 100 ribu lebih, di sini hanya dijual seharga Rp 25 ribu, atau bahkan lebih murah.

Kris Harinto (37) atau akrab disapa Entis, salah satu pemilik kios mengemukakan, dia memang menggeluti jual beli buku kuno sejak 14 tahun lalu. Di kiosnya tersedia ratusan buku, naskah, atau artikel, serta kertas dari era penjajahan Belanda dan Jepang.
Jajakan buku buku langka (dok. jejak-bocahilang.com)


"Koleksi buku saya ini semua rata-rata sebelum tahun 1960 mas. Tak mudah memang menemukan buku kuno di Indonesia saat ini. Saya juga belinya dari kolektor, atau cari ke kota lain. Tapi kadang ada juga yang datang ke sini menjual buku kuno," kata Entis saat ditemui merdeka.com, Sabtu (11/4).

Setelah memperoleh buku-buku ini, dia kemudian menjualnya kembali kepada pedagang buku kuno dan para kolektor yang datang dari Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Tak hanya dari dalam negeri, pembeli buku kuno juga berasal dari Brunei Darusalam, Singapura, dan Malaysia.

"Kalau masalah harga itu relatif mas, ada yang Rp 5 ribu, puluhan ribu, ratusan ribu atau bisa sampai jutaan kalau bukunya bagus, antik atau susah dicari," imbuhnya.

Dia mengaku, dari penjualan buku bisa meraup pendapatan cukup untuk menghidupi istri dan satu anaknya. Selain buku-buku kuno, beragam jenis buku dan majalah, baik baru maupun bekas juga dijual Entis di kiosnya. Saat merdeka.com menanyakan koleksinya, Entis memperlihatkan sebuah buku peta atau atlas kuno buatan tahun 1828 dan sebuah surat kabar Sura Karta buatan sebelum kemerdekaan.

"Atlas ini sudah saya beli mas, harganya Rp 200 ribu, nanti saya jual lagi di Yogya," ujar Totok (31) salah satu pembeli asal Yogyakarta.

Menurut Totok, di toko buku kuno Solo, dia sering mendapatkan barang-barang langka, yang dicari. Dari buku atlas yang dibelinya, misalnya, kualitas cetakan dan kertasnya jauh lebih bagus dari kualitas kertas cetakan sekarang. Sedangkan kualitas buku dan penulis zaman dulu juga jauh lebih berbobot.

"Kalau menurut saya bagusan yang lama, kualitas kertas dan isinya lebih bagus, sejarahnya otentik, berkualitas yang pasti. Kalau buku atau artikel zaman sekarang itu kurang bermutu, banyak yang cuma nyontek, katanya.


Bagas Febrantoro, warga Kartasura mengaku sering mengunjungi kios buku kuno. Sejumlah buku bacaan dan sejarah telah dikoleksi. Selain murah harganya, kualitas buku juga tak kalah dengan yang dijual di toko.

"Saya beli buku Karen Amstrong di sini hanya Rp 60 ribu, kalau di toko lainnya bisa Rp 100 ribu. Saya juga beli buku-buku Serat Centini, Nyai Gowok, Marketing Bullshit, Babad Alas Jawi dan lain-lain. Harganya sangat murah, cocok untuk kalangan mahasiswa atau pelajar," ucapnya.

Lebih lanjut Entis mengatakan, pengunjung di taman buku ini dapat menawar buku dan majalah yang dijajakan dengan harga terjangkau dibandingkan dengan harga buku atau pun majalah di toko-toko buku besar. Menurut Entis, berdirinya Taman Buku Alun-alun Keraton bermula oleh pedagang buku yang membuka lapak di tengah alun-alun sebelah utara Keraton Kasunanan Surakarta. Saat itu pedagang dipersilakan pindah ke seberang alun-alun karena alun-alun terlarang untuk kegiatan jual beli oleh pihak keraton.

"Karena tempat yang tidak layak untuk berjualan, tahun 2001 keraton mempersilakan kami untuk menempati bangunan yang ada di sebelah utara alun-alun. Sejak itulah Taman Buku Alun-Alun Keraton resmi berdiri," pungkasnya.

Sumber: merdeka.com

 

KPMDB Jogja