Social Icons

Langkahku bersama KPMDB Jogja

Lewat catatan sedikit ini saya ingin menyampaikan apa yang telah menjadi kegelisahan tentang cara dan hasil pandangan. Saya mengenal, mengalami, melihat dan bergaul dengan KPMDB Jogja sekilas baru kemarin pada tahun 2006 sampai sekarang. Mungkin tidak cukup representatif untuk bercerita tentang KPMDB Jogja, karena saya menyampaikan kisah ini hanya sebagian cerita perjalanan saya dengan KPMDB Jogja. Dan tentunya saya mengenal sosok orang-orang yang berpengaruh di dalam tubuh kepengurusan KPMDB Jogja, seperti Kang Imam Chumedi, Kang Ma’un, Kang Zabidi. Ketiga-tiganya sekarang sudah menyandang sebagai sarjana. Saya berpikiran, tanpa menafikan kawan-kawan yang lain, mereka-lah yang awal mulanya sosok yang saya kenal sebagai the leaders of KPMDB Jogja. Dari sana benih rasa KPMDB Jogja untuk mengikuti arus perjuangan mereka selalu tumbuh di dalam pikiran saya dengan dipicu oleh semangat kekeluargaan. Saya akui bahwa seseorang tidak akan pernah menikmati arti hidup, apabila tidak mempunyai serentetan masa lalu, bisa dikatakan sejarah romantis.


Kemudian benih itu tumbuh dan semakin matang ketika saya masuk ke dalam jajaran kepengurusan. Pada masa kepemimpinan Imam Chumedi, S.Sos.I (2006-2007) saya diangkat menjadi Staf pada Departemen Kerohanian, setelah itu dipertengahan masa kepemimpinan Adi R (2007-2008) tepatnya bulan Mei 2008 saya diangkat menjadi koordinator pada Departemen Minat dan Bakat. Dan sekarang menjadi Ketua KPMDB Wilayah Yogyakarta Peride 2009/2010.

Saya cukup berterimakasih dengan kota Yogyakarta, yang telah menciptakan iklim intelektual hingga mencairkan kritisme pada kawan-kawan KPMDB Jogja. Kota budaya ini bisa membuat mereka sadar atas ketidaksadarannya akan mandulnya pengetahuan, akal sehat dan kemunafikan mereka. Mungkin ini anggapan saya yang subyektif, namun hal ini merupakan suatu fenomena yang bisa saya tangkap. Ada benarnya yang diungkapkan oleh Finley Peter Dunne “Kita bisa menghantarkan orang masuk universitas tetapi belum tentu bisa membuatnya berpikir”. Mungkin saja kita bisa menghapal berjilid-jilid buku, pasal-pasal hukum dengan lancar. Kita bisa saja menyandang gelar Sarjana, DR, Profesor dan lain sebagainya. Namun belum tentu titel itu cukup membuat kita bisa berpikir. Sekolah/kuliah dan belajar/kursus ternyata hanya memandulkan proses kreatif kita. Pengetahuan yang kita dapatkan seakan tumpul ketika dihadapkan dengan kekacauan realitas sosial yang konkret.

Sekolah/kuliah hanya akan mempertinggi dan memapankan derajat status sosial, lepas dari berbagai masalah yang sejatinya harus diselesaikan. Juga menjadi masyarakat gengsi gede-gedean. Ada yang hanya untuk mencari pekerjaan. Pengetahuan tidak penting. Yang penting adalah sekolah/kuliah. Semua itu kemungkinan dari pandangan yang saya lihat dan alami.

Gejolak masalah diatas saya melihat dan mengalami sudah sejak awal kuliah, sehingga saya mulai berpikir untuk mencari wadah yang membuat saya berpikir, memecahkan persoalan sekitar ruang lingkup, masyarakat, dan kebangsaan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa tidak memilih masuk dalam organisasi UKM kampus? Saya menjawab dengan penuh keterpaksaan, bagi saya hal itu bisa membatasi kreatif-diri yang harus menerima ideologi yang dibangun dan didoktrin begitu saja. Lebih baik saya mulai berpikir dan membangun proses kreatif saya lewat KPMDB Jogja.

Kedekatan hati saya tertuju pada kota kelahiran saya yaitu Brebes. Tempat yang begitu mudah untuk berpikir, bersikap dan bersuara. Mungkin lewat menulis bisa dijadikan sebagai media curah dan kreatifitas untuk menyelesaikan problematika yang ada. Lalu saya berpikir untuk menajamkan cara pandang saya harus lewat aktifitas kelompok-kelompok diskusi. Tetapi saya sayangkan KPMDB Jogja belum matang betul dalam hal diskusi. Ini bukan asumsi negatif. Ini adalah tantangan. Saya tetap mengacungkan jempol kepada kawan-kawan yang berjuang di organisasi UKM kampus. Mungkin itu jalan mereka. Tentunya tidak asing dengan istilah ‘Banyak Jalan Menuju Roma’. Saya juga bangga dengan kawan-kawan KPMDB Jogja yang berjuang dan mengukir prestasi di organisasi ekstra kampus dan ikatan alumni sekolah/pondok pesantrennya maupun organisasi kecamatan (Brebes) yang akhir-akhir ini bermunculan. Namun ini semua yang membuat saya bangga adalah warna perjuangan kawan-kawan KPMDB Jogja yang membangun daerah dengan kritis, cerdas dan dinamis, tanpa harus terjebak pada kepentingan-kepentingan sesaat. Saya sepakat dengan kalimat Gie “Lebih baik diasingkan dari pada menyerah pada kemunafikan”. Bahwa perjuangan kita untuk melawan diri kita sendiri adalah melawan kemunafikan.

Adalah sebuah harapan sebagai salah satu warga KPMDB Jogja dari sekian banyak warga KPMDB Jogja, yang baru mengenal dan percaya bahwa KPMDB Jogja bisa bangkit dan atau menjadi pusat pengembang KPMDB. Tentunya selalu eksis dan sepadan dengan organ-organ kedaerahan yang lainnya.

Saya sangat berterimakasih untuk Kang Ugie, Kang Zuhdi, Kang Denis dan Mang Ahmad (mahasiswa yang sangat cinta dengan almamaternya) yang mau berkorban untuk KPMDB Jogja. Dan saya sendiri sangat menyesal pada saat saya menjadi staf dan koord departemen maupun dalam kepanitiaan dengan keterbatasan, saya belum bisa menyempurnakan tugas yang dimandatkan pengurus. Saya diangkat menjadi staf dan koordinator tanpa pelantikan dan surat keputusan, saya terpilih begitu saja, aneh bukan?. Lepas dari manajemen organisasi, namun inilah perjalanan KPMDB Jogja. Dan sekarang saya menjadi Ketua KPMDB Jogja lewat MUSWIL 2009. saya sangat mengharapkan KPMDB Jogja bisa menjadi wadah kreatif kawan-kawan untuk selalu terus berpikir kritis, cerdas dan dinamis. Betapa naifnya seorang sarjana yang mandul ketika dihadapkan pada problem konkret. Banyak sarjana di negeri ini yang tidak berpikir. Ini saatnya kita berpikir dan ini adalah tugas kita. Bagi saya hal ini merupakan tugas profetik yang mencerahkan.

KPMDB Jogja adalah Brebes Community dan sekaligus sebagai sebuah agenda perjuangan melawan kemunafikan yang kolot dan tua. Kita adalah generasi muda yang belum tua. Generasi yang selalu menginginkan maju, kritis dan peka terhadap ketimpangan, ketidakadilan, dan masalah-masalah sosio-budaya, tentunya dalam hal yang keterkaitannya dengan kebijakan pemerintahan.

Generasi Putera Daerah adalah generasi yang tertanam kuat pada akar historis dalam tradisi luhur. Yang mau menjulangkan tangannya ke langit. Selalu menginginkan proses kemajuan.

Munharis: mahasiswa yang sibuk dengan ketidakjelasan

 

KPMDB Jogja